TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN
A. PENGERTIAN
TOLERANSI
Toleransi adalah sikap tenggang rasa, menghargai,
membiarkan, atau membolehkan orang lain untuk berpendapat atau berpendirian
yang berbeda dengan dirinya.
Toleransi bahasa Arabnya adalah tasamuh yang artinya sama-sama berlaku baik, lemah lembut, dan
saling pemaaf. Dalam pengertian umum, toleransi adalah sikap akhlak terpuji
dalam pergaulan.
B. TOLERANSI DALAM
ISLAM
Toleransi dalam Islam bukan berarti bersikap
sinkretis. Pemahaman yang sinkretis dalam toleransi beragama merupakan kesalahan
dalam memahami arti tasâmuh yang berarti menghargai, yang dapat
mengakibat-kan pencampuran antar yang hak dan yang batil (talbisu al-haq bi
al-bâtil), karena sikap sinkretis adalah sikap yang menganggap semua agama
sama. Sementara sikap toleransi dalam Islam adalah sikap menghargai dan
menghormati keyakinan dan agama lain di luar Islam, bukan menyamakan atau
mensederajatkannya dengan keyakinan Islam itu sendiri.
Sikap toleransi dalam Islam yang berhubungan dengan
akidah sangat jelas yaitu ketika Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW.
untuk mengajak para Ahl al-Kitab untuk hanya menyembah dan tidak
menye-kutukan Allah swt.
C. AYAT AL-QUR’AN
& HADITS YANG MENJELASKAN TOLERANSI
1. Q. S. Al-Kafirun(109) : 1-6
Artinya :
1) Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir !
2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
3) dan kamu bukan penyembah apa yang kamu sembah,
4) dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah,
6) Untukmu agamau, dan untukku agamaku.
Asbabun nuzul
Salah satu riwayat menyebutkan bahwa sekelompok pemuka
kafir Quraisy datang menemui Rasulullah SAW. Kedatangan mereka untuk mengajak
Rasulullah bersekutu dalam segala hal, termasuk dalam peribadahan. Mereka akan
menyembah apa yang beliau sembah, beliau pun diminta menyembah apa yang mereka
sembah. Bahkan mereka akan menganngkat beliau sebagai pemimpin. Dengan adanya
peristiwa tersebut, maka turunlah wahyu Allah SWT., yaitu Q.S. Al-Kafirun.
Pada ayat 2 dan 4, Rasulullah SAW menegaskan bahwa
beliau tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang disembah orang kafir, yaitu
berhala. Dan pada ayat 3 dan 5 Rasulullah SAW, juga menegaskan bahwa orang
kafir pun tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang beliau sembah, yaitu
Allah SWT.
Pada ayat 6 Rasulullah SAW. menegaskan bahwa orang
kafir tetap pada agamanya dan beliau bersama kaum muslimin tetap pada agama tauhid.
Dengan demikian, ayat 6 ini sebagai landasan hukum adanya tasamuh dalam
beragama.
Kandungan Surah
a. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT ;
b. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau
kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi
orang yang kafir disediakan neraka ;
c. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan
maka berarti mereka telah melakukan kezhaliman.
2. Q. S. Al-Bayinah(98) : 1-8
Artinya :
1) Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan
bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka
bukti yang nyata,
2) (yaitu) seorang rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan
lembaran-lembaran yang suci (Al-Qur’an),
3) di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar),
4) Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang
kepada mereka bukti yang nyata.
5) Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya
semata-mata (menjalankan) agama, dan juga agar melaksnakan sholat dan
menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar),
6) Sungguh, orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik
(akan masuk) ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka
itu adalah sejahat-jahat makhluk.
7) Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu
adalah sebaik-baik makhluk.
8) Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida
terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah
(balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.
Asbabun Nuzul
Sebenarnya, prinsip nabi-nabi terdahulu ialah sama
dengan prinsip agama Islam yaitu ketauhidan dengan melaksanakan segala perintah
dan menjauhi segala larangan Allah SWT.. Meskipun agama yang dibawa nabi
terdahulu sama dengan Islam, tetapi syariatnya berbeda-beda. Misalnya dalam
menjalankan kewajiban dan tata cara beribadah.
Surah Al-Bayinah yang berkaitan dengan toleransi
adalah ayat 1-2 . Kedua ayat ini menjelaskan sikap tegas yang dimiliki oleh
orang-orang kafir dari golongan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang
musyrik. Mereka menyatakan tidak akan meninggalkan ajaran agama mereka sampai
datang keterangan yang nyata. Keterangan itu adalah nabi akhir zaman yang
mereka dambakan akan memancarkan lembaran-lembaran suci sebagai pedoman hidup.
Mereka menganggap bahwa peribadatan yang mereka lakukan saat itu benar sehingga
mereka mempertahankannya. Dengan demikian, sikap tegas mereka sebagai bukti
dimilikinya fanatisme beragama.
Mereka sangat berharap nabi akhir zaman yang mereka
tunggu-tunggu itu berasal dari golongan mereka, yaitu bani Israil. Akan tetapi,
Allah SWT. mengutus nabi yang terakhir bukan dari golongan bani Israil,
muncullah rasa iri pada diri mereka. Upaya untuk membunuh Rasulullah SWT. dan
menghancurkan umat Islam selalu mereka lakukan. Hal ini akan berlangsung hingga
akhir zaman.
3. Q. S. Al-Kahfi(18) : 29
Artinya :
Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya
dari Rabbmu, barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan
barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. “Sesungguhnya Kami telah
menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika
mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.
Kandungan Surah
a. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT. ;
b. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau
kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi
orang yang kafir disediakan neraka ;
c. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan
maka berarti mereka telah melakukan kezhaliman.
4. Q. S. Yunus(10) : 40-41
Artinya :
40) Dan diantara mereka ada orang-orang yang beriman
kepadanya (Al-Qur’an), dan diantaranya ada (pula) orang-orang yang tidak
beriman kepadanya. Sedangkan Rabbmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang
berbuat kerusakan.
41) Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad), maka
katakanlah “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung
jawab terhadap yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang kamu kerjakan.
Kandungan surah
a. Ada
golongan umat manusia yang beriman terhadap al-qur'an dan ada yang tidak
beriman kepada Al-Qur'an ;
b. Allah
SWT. mengetahui sikap dan perilaku orang-orang
yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT. dan orang-orang yang tidak
beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT. ;
c. Orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. harus yakin
bahwa Tasul Allah SWT. yang terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur'an
adalah kitab suci yg harus dijadikan pedoman umat manusia sampai akhir zaman.
5. Hadits
Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw., beliau
bersabda :
حَدَّثَنِا عبد الله حدثنى أبى حدثنى يَزِيدُ قَالَ أنا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ الْحُصَيْنِ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ
اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ
السَّمْحَةُ.
[Telah
menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah
menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad
bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata;
Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama manakah yang paling dicintai oleh
Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah
As-Samhah (yang lurus lagi toleran)]"
D. TOLERANSI ANTAR
UMAT BERAGAMA
1. Kaitan toleransi dengan persaudaraan sesama Muslim
Berkaitan dengan hubungan toleransi dengan
persaudaraan sesama Muslim, dalam hal ini Allah SWT. Berfirman :
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
[Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat].
Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa orang-orang
mukmin bersaudara dan memerintahkan untuk melakukan islah
(mendamaikannya untuk perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi
kesalahpahaman di antara mereka atau kelompok umat Islam.
Untuk mengembangkan sikap toleransi secara umum,
terlebih dahulu dengan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi
pada keluarga dan saudara sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan
cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan dan
menyadari bahwa semua adalah bersaudara, maka akan timbul rasa kasih sayang,
saling pengertian yang pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam
konteks pengamalan agama, Al-Qur’an secara tegas memerintahkan
orang-orang mukmin untuk kembali kepada Allah SWT. dan sunnah Rasulullah
SAW.
2. Kaitan
toleransi dengan mu’amalah antar umat beragama
Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai
suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain dengan
memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah)
masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun
tidak beribadah dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya dalam
praktek kehidupan sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi
yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari
hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak.
Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling
memulia-kan dan saling tolong-menolong. Hal ini telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. saat beliau dan para sahabat sedang berkumpul, lewatlah
rombongan orang Yahudi yang mengantar jenazah. Nabi Muhammad saw. langsung
berdiri memberikan penghormatan. Seorang sahabat berkata: “Bukankah mereka
orang Yahudi, ya Rasul?” Nabi saw.. menjawab “Ya, tapi mereka manusia juga”.
Hadis ini hendak menjelaskan bahwa, bahwa sisi akidah atau teologi
bukanlah urusan manusia, melainkan urusan Allah SWT. dan tidak ada kompromi serta
sikap toleran di dalamnya. Sedangkan urusan mu’amalah antar sesama tetap
dipelihara dengan baik dan harmonis.
Saat Umar bin Khattab ra. memegang amanah sebagai
khalifah, ada sebuah kisah dari banyak teladan beliau tentang toleransi, yaitu
saat Islam berhasil membebaskan Jerusalem dari penguasa Byzantium pada Februari
638 M. Tidak ada kekerasan yang terjadi dalam ‘penaklukan’ ini. Singkat
cerita, penguasa Jerusalem saat itu, Patriarch Sophorinus, “menyerahkan
kunci” kota dengan begitu saja. Suatu ketika, khalifah Umar dan Patriarch
Sophorinus menginspeksi gereja tua bernama Holy Sepulchre. Saat tiba
waktu shalat, beliau ditawari Sophronius shalat di dalam gereja itu. Umar
menolak seraya berkata, “Jika saya shalat di dalam, orang Islam sesudah saya
akan menganggap ini milik mereka hanya karena saya pernah shalat di situ.”
Beliau kemudian mengambil batu dan melemparkannya keluar gereja. Di tempat batu
jatuh itulah beliau kemudian shalat. Umar kemudian menjamin bahwa gereja
itu tidak akan diambil atau dirusak sampai kapan pun dan tetap terbuka untuk
peribadatan umat Nasrani.
3. Tidak ada
toleransi dalam akidah
Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda,
Al-Qur’an menegaskan:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلَا
أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ وَلَا
أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
[Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak
akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah
agamamu, dan untukku agamaku”].
Latar belakang turunnya ayat ini (asbấb an-nuzủl), ketika kaum
kafir Quraisy berusaha membujuk Rasulullah saw., "Sekiranya engkau tidak
keberatan mengikuti kami (menyembah berhala) selama setahun, kami akan
mengikuti agamamu selama setahun pula." Setelah Rasulullah SAW. membacakan
ayat ini kepada mereka maka berputus-asalah kaum kafir Quraisy, sejak itu
semakin keras sikap permusuhan mereka kepada Rasulullah SAW.. Dua kali Allah
swt. memperingatkan Rasulullah SAW. : "Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu tidak menyembah Tuhan yang aku sembah." Artinya,
umat Islam sama sekali tidak boleh melakukan peribadatan yang diadakan oleh
non-muslim, dalam bentuk apapun.
Ayat ini menegaskan, bahwa semua manusia menganut
agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Sebaliknya, tidak mungkin manusia
meng-anut beberapa agama dalam waktu yang sama atau mengamalkan ajaran dari
berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, Al-Qu’ran menegaskan bahwa umat
Islam tetap berpegang teguh pada sistem ke-Esaan Allah secara mutlak, sedangkan
orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri.
Dalam kondisi sekarang, maka melakukan do'a bersama
orang-orang non-muslim (istighasah), menghadiri perayaan Natal,
mengikuti upacara pernikahan mereka atau mengikuti pemakaman mereka merupakan
cakupan dari surah Al-Kafirun. Semua hal itu tidak boleh diikuti umat Islam,
karena berhubungan dengan akidah dan ibadah. Orang-orang non-muslim juga tidak
ada gunanya mengikuti peribadatan kaum muslimin, karena sama sekali tidak ada
nilainya dihadapan Allah SWT.
Dalam memahami toleransi, umat Islam tidak boleh salah
kaprah. Toleransi terhadap non-muslim hanya boleh dalam aspek muamalah
(perdagangan, industri, kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain-lain), tetapi
tidak dalam hal akidah dan ibadah. Islam mengakui adanya perbedaan, tetapi
tidak boleh dipaksakan agar sama sesuatu yang jelas-jelas berbeda.
Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW. merupakan
teladan yang baik dalam implementasi toleransi beragama dengan merangkul semua
etnis, dan apapun warna kulit dan kebangsaannya. Kebersamaan merupakan salah
satu prinsip yang diutamakan, yang terkait dengan karakter moderasi dalam
Islam, di mana Allah swt berkeinginan mewujudkan masyarakat Islam yang moderat,
sebagaimana firman-Nya :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ
عَلَيْكُمْ شَهِيداً
[Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu].
E. PENERAPAN TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1. Tidak memaksakan keyakinan kepada orang lain kerena
tidak dibenarkan oleh agama dan akal sehat ;
2. Sabar dalam menghadapi sikap orang-orang yang
mendustakan Islam, sebagaimana rasul terdahulu ;
3. Bersahaja dalam melaksanakan dakwah, tidak mengikuti
jalan pikiran objek dakwah ;
4. Bebas menjalin hubungan dengan non muslim selama tidak
menyangkut masalah akidah dan ibadah.
F. HIKMAH BERTOLERANSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1. Menghargai kepada sesama ciptaan Allah SWT.
2. Menghindari terjadinya perpecahan.
3. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan.
4. Tenggang rasa dan suka menolong kepada orang lain.
5. Menciptakan kehidupan masyarakat yang aman dan damai.
+ komentar + 3 komentar
Oke
Makasih zayank
Posting Komentar